ILMU BUDAYA DASAR 2
PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA
“AKSI BOM BALI TAHUN 2002”
NAMA
: ADHI ANGGRA KUSUMA PUTRA
KELAS
: 1PA15
TUGAS
: ESAI (Hak Asasi Manusia)
NPM
: 10516128
FAKULTAS
: PSIKOLOGI
DOSEN
PENGAMPU : ARI MUHARIF
LINK
BLOG : http://adhianggra1pa15.blogspot.co.id/2016/11/pelanggaran-hak-asasi-manusia-aksi-bom.html
Universitas
Gunadarma
Bekasi
2016
AKSI
BOM BALI TAHUN 2002
Bom Bali 2002 (disebut juga
Bom Bali I) adalah rangkaian tiga peristiwa pengeboman yang terjadi pada malam
hari tanggal 12 Oktober 2002. Dua ledakan pertama terjadi di Paddy's Pub dan
Sari Club (SC) di Jalan Legian, Kuta, Bali, sedangkan ledakan terakhir terjadi
di dekat Kantor Konsulat Amerika Serikat oleh teroris, walaupun jaraknya cukup
berjauhan. Rangkaian pengeboman ini merupakan pengeboman pertama yang kemudian
disusul oleh pengeboman dalam skala yang jauh lebih kecil yang juga bertempat
di Bali pada tahun 2005.
Kepanikan sempat melanda di
penjuru Nusantara akibat peristiwa ini. Aksi bom bali ini juga banyak memicu
tindakan terorisme di kemudian hari. Peristiwa bom bali menjadi salah satu aksi
terorisme terbesar di Indonesia. Tercatat 202 korban jiwa dan 209 orang
luka-luka atau cedera, kebanyakan korban merupakan wisatawan asing yang sedang
berkunjung ke lokasi yang merupakan tempat wisata tersebut. Peristiwa ini
dianggap sebagai peristiwa terorisme terparah dalam sejarah Indonesia.Tim
Investigasi Gabungan Polri dan kepolisian luar negeri yang telah dibentuk untuk
menangani kasus ini menyimpulkan, bom yang digunakan berjenis TNT seberat 1 kg
dan di depan Sari Club, merupakan bom RDX berbobot antara 50-150 kg.Peristiwa
Bom Bali I ini juga diangkat menjadi film layar lebar dengan judul Long Road to
Heaven, dengan pemain antara lain Surya Saputra sebagai Hambali dan Alex Komang,
serta melibatkan pemeran dari Australia dan Indonesia
Kawasan Legian, Kuta, Bali,
tidak pernah tidur. Keramaian justru memuncak menjelang tengah malam. Malam
itu, Sabtu 12 Oktober 2002, waktu menunjukkan pukul 23.30, namun geliat
kehidupan masih terlihat. Sebagian besar penduduk kota Denpasar dan Kabupaten
Badung mulai beranjak tidur. Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara ledakan
yang amat dahsyat. Bom yang meledak di depan Paddy’s tidak terlalu besar. Walau
sebagian pengunjung panik, sebagian lainnya masih tetap asyik mendengar musik
di pub itu. Tetapi, selang beberapa menit, ledakan lebih dahsyat terjadi di
depan Sari Club. Ledakan itu menelan korban tewas 184 orang, 250 orang
luka-luka, 47 bangunan hancur, dan ratusan mobil rusak berat. Getaran
ledakannya terasa hingga 12 kilometer. Sedangkan bunyi ledakan terdengar hingga
puluhan kilometer. Adapun asapnya tinggi menjulang ke awan hingga seratus
meter, membentuk cendawan api raksasa yang sangat menyilaukan bahkan membutakan
mata. Ledakan itu sendiri meninggalkan sebuah lubang besar berdiameter 5 x 4
meter dan kedalaman 1,5 meter. Bau amis darah sangat menyengat, semua orang
berlari dan menjerit panik atau merintih kesakitan.
Hasil penelusuran awal
kepolisian mengungkapkan, bom yang diledakkan di Jalan Legian dibawa oleh taksi
yang ditumpangi tiga orang berwajah Melayu. Bom itu diduga diletakkan di bawah
mobil. Di depan Paddys Cafe, tiga orang yang ada di dalam taksi keluar
meninggalkan taksinya. Setelah itulah terjadi ledakan di Paddy’s, yang tak lama
disusul dengan ledakan kedua di Sari Club.
Amrozi bin Nurhasyim adalah
seorang terpidana yang dihukum mati karena menjadi penggerak utama
dalam Peristiwa Bom Bali 2002. Ia berasal dari Jawa Timur. Amrozi disebut-sebut
termotivasi ideologi Islam radikal dan anti-Barat yang didukung organisasi
bawah tanah Jemaah Islamiyah. Pada 7 Agustus 2003, ia dinyatakan oleh pengadilan
bersalah atas tuduhan keterlibatan dalam peristiwa pengeboman tersebut dan
divonis hukuman mati. Namun undang-undang yang digunakan untuk memvonisnya
ternyata kemudian dinyatakan tidak berlaku oleh Mahkamah Agung pada
Juli 2004.
Awalnya dipenjara di Lembaga Pemasyarakatan
(LP) Kerobokan di Denpasar, ia lalu dipindahkan ke LP Nusakambangan pada
11 Oktober 2005 bersama dengan Imam Samudradan Mukhlas, dua pelaku Bom
Bali lainnya.
Sikap Amrozi yang tampak tidak peduli
sepanjang pengadilannya membuatnya sering dijuluki media massa The
Smiling Assassin (Pembunuh yang Tersenyum). Amrozi dihukum mati pada
hari Minggu, 9 November 2008 dini hari.
Pihak Kejaksaan Agung
melalui Kapuspenkum M. Jasman Panjaitan menyatakan, tiga terpidana mati bom
Bali telah dieksekusi dengan cara ditembak. Amrozi, kakaknya Mukhlas alias Ali
Ghufron, dan pemimpin kelompok Imam Samudra alias Abdul Azis, yang terbukti
bertanggung jawab dalam serangan bom yang menewaskan setidaknya 202 orang di
Bali tersebut, dinyatakan tewas dengan luka tembak di bagian jantung, demikian
hasil otopsi tim dokter forensik Polda Jawa Tengah.
Sumber di LP Batu
Nusakambangan menyebutkan, terpidana mati menyerukan “Allahu Akbar” ketika
dibawa dari sel isolasi oleh anggota Gegana menuju mobil. Mobil tersebut
kemudian melaju ke sebuah tempat yang Nirbaya. Nirbaya adalah bekas lembaga
pemasyarakatan peninggalan Belanda yang dijadikan tempat eksekusi bagi para
terpidana mati.
Terdakwa kasus terorisme
Umar Patek bercerita saat dirinya ikut membantu Mukhlas Cs meracik dan merakit
Bom Bali 2002, di sebuah kontrakan di Jalan Menjangan, Bali Dalam
persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Umar Patek mengaku datang ke
Bali atas perintah Mukhlas, yang ingin melakukan pembalasan untuk umat muslim
di Palestina.
Meskipun Umar Patek sempat
tidak sepaham dengan aksi tersebut, dengan berberat hati dirinya harus
mengikuti apa kata seniornya Dulmatin saat itu. Ia tidak punya alasan lain
kenapa ikut ke Bali saat itu. “Saya hanya ikut Dulmatin,” ujarnya dalam
persidangan, Senin (7/5/2012). Umar Patek selalu merasa berat bila harus
menolak permintaan Dulmatin. Sebab, Dulmatin kerap kali membantunya dalam urusan
risiko dapur.
Mengingat
kasus Bom Bali ini telah menewaskan ratusan orang, terlebih banyak orang asing yang
menjadi sasaran utama dari peristiwa naas ini. Tak luput kita sebagai
makhluk sosial yang saling membutuhkan dan bias merasakan kehilangan anggota
keluarga yang dicintai untuk memberikan simpati terhadap
keluarga korban dari peristiwa itu.
Salah satu bentuk simpati terhadap keluarga yang ditinggal
akibat tragedi 12 Oktober 2002 tersebut, tidak lain dalam wujud konkret
dengan perlu dibuatnya peraturan tentang penetapan waktu yang tegas
dalam hal waktumenanti saatnya eksekusi mati terhadap terpidana
Walaupun
tidak ada jaminan bahwa dengant tereksekusinya para terpidana kasus bom bali
ini dapat mengembalikan korban, setidaknya dengan ketepatan waktu dalam
melaksanakan eksekusi mati ini dapat meringankan beban atau mengurangi perih
dan duka bagi keluarga korban.
REFRENSI